- Giro
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang g i r o, yaitu :
a. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ...
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
b. Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 283
...فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللّهَ ...
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
c. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ...
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
d. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى
“dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan….”
e. Hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas:
كَانَ سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبَ أِذَا دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا, وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا, وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةٍ ذَاتَ كَبَدٍ رَطْبَةٍ, فَأِنْ فَعَ
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
f. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : اَلْبَيْعُ أِلَى أَجَلٍ, وَالْمُقَارَضَةُ, وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لّلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صحيب)
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
g. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمُوْنَ أِلاَّ صُلْحًا حرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ أِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (روه الترمذي عن عمرو بن عوف).
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
h. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
i. Qiyas. Transaksi mudharabah, yakni penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari satu pihak (malik, shahib al-mal) kepada pihak lain (‘amil, mudharib) untuk diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan, diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
j. Kaidah fiqh:
الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلأِبَاحةُ أِلاَّ أَنْ يَدُلُّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
k. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya, sementara itu tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.
- Tabungan, yaitu:
a. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ...
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.
b. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ...
Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
c. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ...
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
d. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ....
“dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan….”
e. Hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas:
كَانَ سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبَ أِذَا دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا, وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا, وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةٍ ذَاتَ كَبَدٍ رَطْبَةٍ, فَأِنْ فَعَ
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
f. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ : اَلْبَيْعُ أِلَى أَجَلٍ, وَالْمُقَارَضَةُ, وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لّلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صحيب)
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
g. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمُوْنَ أِلاَّ صُلْحًا حرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ أِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (روه الترمذي عن عمرو بن عوف).
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
h. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
i. Qiyas. Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
j. Kaidah fiqh:
الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلأِبَاحةُ أِلاَّ أَنْ يَدُلُّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
k. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya; sementara itu, tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.
Dan dilegalkan sesuai fatwa Dewan Syari’ah Nasional no: 02/dsn-mui/iv/2000 tentang t a b u n g a n.
- Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, yaitu:
a. Firman Allah, QS. al-Maidah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ ﴿١﴾
“Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
b. Firman Allah, QS. al-Qashash [28]:26:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ ﴿٢٦﴾
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
c. Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ...
"Hai orang yang beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis..."
d. Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 280:
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ...
“Dan jika ia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tangguh sampai ia berkelapangan…”
e. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS.al-Maidah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢﴾
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
f. Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
مَنِ اسْتَاْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
g. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah, antara lain hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah:
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَ الدُّنْيَا, فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ(روه مسلم).
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.”
h. Hadis Nabi s.a.w. riwayat Jama’ah:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ...
“Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman….”
i. Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Nasa’i, Abu Daud, Ibn Majah, dan Ahmad:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عًرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
“Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga dirinya dan memberikan sanksi kepadanya.”
j. Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Bukhari:
إِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً.
“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran utangnya.”
k. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi
s.a.w. bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمُوْنَ أِلاَّ صُلْحًا حرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ أِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
l. Kaidah Fiqh:
الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلأِبَاحةُ أِلاَّ أَنْ يَدُلُّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” “
اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ
Kesulitan dapat menarik kemudahan.”
اَلْحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضُّرُوْرَةِ
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”
Dan diatur dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 29/DSN-MUI/Vi/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
- Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
Diatur dalam Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), yaitu:
a. Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 275:
...وَ أَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَ حَرَّمَ الرِّبَا...
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."
b. Hadits Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ, (رواه البيهقي وابن ماجة وصححه ابن حبان)
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
c. Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w. bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِاالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِلتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ,سَوَاءً بِسَوَاءٍ, يَدًا بِيَدٍ, فَأِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ أِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika
dilakukan secara tunai.”
d. Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khatthab, Nabi s.a.w. bersabda:
الذَّهَبُ بِالوَرِقِ رِبًا أِلاَّ هَاءَ وَهَاءََ...
“(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”
e. Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
لاَ تَبِيْعُوْا الذَّهَبَ بَالذَّهَبِ أِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ, وَلاَ تَبِيْعُوْا الْوَرِقِ بِالْوَرِقِ أِلاَّ مِثْلاً بِامِثْلٍ وَلاَتُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بغْضٍ, وَلاَ تَبِيْعُوْا مِنْهَا غَائِبً بِنَاجِزٍ.
“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah
menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.”
f. Hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam:
نَهَى رَسُوْلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْوَرِقِ بِالذَّهَبِ دَيْنًا.
“Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).”
g. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al- Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمُوْنَ أِلاَّ صُلْحًا حرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ أِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
h. Ijma.
Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyari'atkan dengan syarat-syarat tertentu.
- Kafalah
Diatur dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang ka f a l a h, yaitu:
a. Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72
قَالُواْ نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَن جَاء بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَاْ بِهِ زَعِيمٌ
“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”
b. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ....
“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
c. Hadis Nabi riwayat Bukhari:
عن سلمة بن الأكوع أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِجَنَزَةٍ لِيُصَلِّ عَلَيْهَا, فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ ؟ قَالُوْا: لاَ, فَصَلَّى عَلَيْهِ, ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى, فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دًيْنٍ ؟ قَالُوْا: نَعَمْ, قَالَ: صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ, قَالَ أَبُوْا قَتَادَةَ: عَلَيَّ دَيْنُهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ, فَصَلَّى عَلَيْهِ.
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
d. Sabda Rasulullah SAW :
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْبَعْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ.
“Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”
e. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمُوْنَ أِلاَّ صُلْحًا حرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ أِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
f. Kaidah fiqh:
الأصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلً عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
الضَّرَرُ يُزَلُ
“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
- Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran, yaitu:
a. Firman Allah QS. al- Ma’idah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ...
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
b. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمُوْنَ أِلاَّ صُلْحًا حرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ أِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
c. Hadis Nabi riwayat jama’ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmizi dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Nasa’i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibnu Majah dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Malik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ...
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…”
d. Hadis Nabi riwayat Nasa’i dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin Suwaid, dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”
e. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya:
لاَضَرَرَ وَ لاَ ضِرَارَ.
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
f. Kaidah fiqh
الألْمُعاَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلً عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
الضَّرَرُ يُزَالُ.
“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar